Kumpulan Makalah Makalah Terbaik dan Trik Trik Menarik

Wednesday 9 November 2016

Makalah Perjanjian dan Taklik Talak dalam Pernikahan

MAKALAH
PERJANJIAN DAN TAKLIK TALAK dalam PERNIKAHAN
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Munakahat
Yang di ampu oleh: Bapak Kholfan Zubair TS., M.Pd.I.




Kelompok 3:
1.        Wahni                                                (146010004)
2.        Muhammad Afif Azizy                     (146010007)
3.        Abdullah Ibnu Sina                           (146010019)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2016


PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan manusia adalah melengkapi kekurangan manusia lainnya, dan Allah telah menciptakan manusia itu berpasang-pasang.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT Berfirman:
Q.S. Adz Dzariyaat ayat 49

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasang supaya kamu mengingat kebesaran Allah.[1]
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya hidup ini harus saling melengkapi dan saling mengingatkan. Dan dalam mencapai itu semua kita harus mencari pasangan yang sesuai agar nantinya dapat mencukupi kebutuhan lahiriah dan batiniah kita dan nantinya akan kita resmikan dalam ikatan ibadah perkawinan.
Di Indonesia, ketentuan mengenai perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Menurut pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah, sebagaimana diatur dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam.
Agar dapat tercapainya kehidupan yang sakinah, mawadah, rahmah Prof. Subekti, S.H., berpendapat bahwa jika seseorang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan, misalnya suatu warisan, maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan.[2] Dan perjanjian perkawinan tidak hanya digunakan untuk menuntut uang saja tetapi dapat digunakan ketika suami melakukan sesuatu yang semena-mena.
Allah SWT berfirman:
-          Q.S. An-Nisa ayat 19
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
19. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.[3]
-          Q.S. Al- Baqarah ayat 228.

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
228. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.[4]
Dan ayat di atas menjelaskan bahwasanya kehidupan ini semuanya memiliki hak yang sama pria maupun wanita dan Allah telah memuliakan kaum wanita.
2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kami telah menyimpulkan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini:
1.      Pengertian perjanjian pernikahan ?
2.      Macam-macam sifat perjanjian ?
3.      Bentuk-bentuk perjanjian ?
4.      Batalnya suatu perjanjian pernikahan ?
5.      Pengertian taklik talak ?
6.      Contoh sighat dalam taklik talak ?


PEMBAHASAN
1.  Pengertian Perjanjian Pernikahan
Perjanjian perkawinan (Huwelijks atau Huwelijks Voor Warden) adalah perjanjian yang dibuat oleh dua orang calon suami-istri sebelum dilangsungkannya perkawinan mereka, untuk mengatur akibat-akibat perkawinan yang menyangkut harta kekayaan. Perjanjian perkawinan ini lebih bercorak hukum kekeluargaan (familie rechtelijk) sehingga tidak semua ketentuan tentang hukum perjanjian yang termaktub dalam Buku III-BW berlaku.[5] Menurut UUP No.1 Tahun 1974, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut (Pasal 29).[6] Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) waktu pembuatan perjanjian ialah pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan  kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai  Pencatat  Nikah  mengenai  kedudukan  harta  dalam perkawinan (Pasal 47 ayat 1 KHI). Perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata harus dibuat dengan akte notaries (Pasal 147 KUHPerdata) dan dibuat pada saat sebelum perkawinan dilangsungkan (Pasal 148 KUHPerdata). Perjanjian perkawinan tidak boleh diubah setelah perkawinan berlangsung (Pasal 149 KUHPerdata).[7]
Perjanjian  pranikah  sering  juga  disebut  dengan  perjanjian  perkawinan.  Jika  diuraikan  secara etimologi, maka dapat merujuk pada dari dua akar kata, perjanjian dan pernikahan. Dalam bahasa Arab, janji atau perjanjian biasa disebut dengan atau,[8] yang dapat diartikan dengan persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.[9]
Perjanjian dalam pelaksanaan perkawinan diatur dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yakni sebagai berikut :
1.       Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersebut.
2.       Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
3.       Perjanjian tersebut berlaku sejak  perkawinan dilangsungkan.
4.       Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.[10]
Penjelasan Pasal 29 tersebut menyatakan bahwa perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk taklik talak. Namun dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 Pasal 11 disebutkan satu aturan yang bertolak belakang.
a.       Calon suami istri dapat mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
b.      Perjanjian yang berupa taklik talak dianggap sah kalau perjanjian itu diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.
c.       Sighat taklik talak ditentukan oleh Menteri Agama.
Yang menarik adalah, kompilasi menggarisbawahi Pasal 11 Peraturan Menteri Agama tersebut. Kompilasi sendiri memuat delapan pasal tentang perjanjian perkawinan, yaitu 45 sampai dengan pasal 52.
Pasal 45 menyatakan:
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:
a.       Taklik talak, dan
b.      Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam
Jadi, perjanjian perkawinan seperti ditegaskan dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, telah diubah, atau setidaknya, diterapkan bahwa taklik talak termasuk salah satu macam perjanjian perkawinan.[11]
Selain itu, perjanjian perkawinan dapat juga dibuat oleh kedua belah pihak mengenai harta bersama dan hal-hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum islam. Perjanjian perkawinan diatur oleh pasal 47 s.d. 52 Kompilasi Hukum Islam.[12]
Pasal 47 KHI
(1)   Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai  dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah  mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
(2)   Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam.
(3)   Di samping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian  itu menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan  hipotik  atas  harta  pribadi  dan  harta bersama atau harta syarikat.
Pasal 48 KHI
(1)   Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban  suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
(2)   Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.
Pasal 49 KHI
(1)   Perjanjian  percampuran  harta  pribadi  dapat  meliputi  semua  harta,  baik  yang  dibawa  masing-masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
(2)   Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga  diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat  perkawinan dilangsungkan, sehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya.
Pasal 50 KHI
(1)   Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan  pihak ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah.
(2)   Perjanjian perkawinan mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami istri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan.
(3)   Sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami istri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal  pendaftaran  itu  diumumkan  suami  istri  dalam suatu surat kabar setempat.
(4)   Apabila dalam tempo 6 (enam) bulan pengumuman tidak dilakukan yang  bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
(5)    Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.
Pasal 51 KHI
Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada istri untuk meminta pembatalan nikah atau mengajukannya. Sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.

Pasal 52 KHI
Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan istri kedua, ketiga dan keempat,  boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi istri yang akan dinikahinya itu.[13]
2.  Macam-macam sifat perjanjian
Kholil Rahman mengintrodusasi macam-macam sifat perjanjian sebagai berikut:
a.       Syarat-syarat yang menguntungkan istri, seperti syarat untuk tidak dimadu. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada yang mengatakan sah, dan ada yang mengatakan tidak sah. Sayid Sabiq misalnya, membolehkan si istri menuntut fasakh apabila suami melanggar perjanjian tersebut.
b.      Syarat-syarat yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh maksud akad itu sendiri. Seperti, tidak boleh mengadakan hubungan kelamin, tidak ada hak waris-mewaris di antara suami istri, tidak boleh berkunjung kepada kedua orang tua, dan lain-lain. Syarat –syarat semacam ini tidak sah dan tidak mengikat.
c.       Syarat-syarat yang bertentangan dengan ketentuan syara’, seperti jika akad nikah sudah dilangsungkan, agar masing-masing pindah agama, harus mau makan daging babi, dan sebagainya. Perjanjian semacam ini tidak sah, dan bahkan nikahnya juga tidak sah.

3.  Bentuk-bentuk Perjanjian
Seorang calon suami atau istri yang ingin mengajukan perjanjian perkawinan bisa bermacam-macam bentuknya, baik itu mengenai taklik talak, harta kekayaan atau harta bersama, poligami ataupun perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Isi perjanjian perkawinan menurut pada Pasal 34 UU No. 1 tahun 1974:
1.      Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
2.      Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
3.      Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
Perjanjian perkawinan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat nikah. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada perjanjian untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Pada dasarnya, tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya (Pasal 86 ayat 1 dan 2 KHI). Begitu juga dengan harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat,maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Menurut KUHPerdata dengan adanya perkawinan, maka sejak itu harta kekayaan baik harta asal maupun harta bersama suami dan istri bersatu, kecuali ada perjanjian perkawinan.[14]
UUP No. 1 Tahun 1974 mengenai 2 (dua) macam harta perkawinan, yaitu :
1.      Harta asal/harta bawaan
2.      Harta bersama
Harta asal adalah harta yang dibawa masing-masing suami/istri ke dalam perkawinan, dimana pengurusanya diserahkan pada masing-masing pihak. Harta bersama adalah harta yang dibentuk selama perkawinan. Berbeda dengan yang ada di KUHPerdata dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, adanya perkawinan harta itu tidak bersatu tetapi dibedakan antara harta asal dan harta bersama. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka harta asal suami istri tetap terpisah dan tidak terbentuk harta bersama, suami istri memisahkan harta yang didapat masing-masing selama perkawinan.
Dalam penjelasan Pasal 29 disebutkan bahwa taklik talak tidak termasuk dalam perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan itu dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan berlangsung. Perjanjian perkawinan itu harus dibuat secara tertulis atas persetujuan kedua belah pihak yang disahkan Pencatat Perkawinan. Apabila telah disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, maka isinya mengikat para pihak dan juga pihak ketiga tersebut tersangkut. Perjanjian perkawinan itu dimulai sejak perkawinan itu dimulai dan berlaku sejak perkawinan berlangsung dan tidak boleh dirubah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak dengan syarat tidak merugikan pihak ketiga yang tersangkut.[15]
4.  Batalnya Suatu Perjanjian
Pasal 51 KHI menetapkan, bahwa jika perjanjian perkawinan atau taklik talak dilanggar, maka berhak meminta pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
Menurut UU No.1 Pasal 29 Tahun 1974 dan KHI, batalnya atau terhapusnya suatu perjanjian perkawinan yaitu ketika :
1.      Suami/istri melanggar apa yang sudah diperjanjikan.
2.      Suami /istri tidak memenuhi salah satu syarat dalam perjanjian perkawinan.[16]
5.  Taklik Talak
Taklik talak berasal dari dua kata yaitu taklik dan talak. Menurut bahasa talak atau ithlaq berarti melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.
Taklik atau muallaq artinya bergantung. Dengan demikian pengertian taklik talak adalah talak yang jatuhnya digantungkan kepada suatu syarat. Atau taklik talak adalah talak yang digantungkan terjadinya terhadap suatu peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian.  Atau taklik talak adalah suatu talak yang digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu. Atau menggantungkan  jatuhnya talak dengan terjadinya hal yang disebutkan setelah akad nikah. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa taklik talak adalah sebuah talak yang jatuhnya digantungkan pada suatu perkara yang telah disetujui.
Macam-macam taklik talak:
1.      Taklik qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.
2.      Taklik syarthi adalah taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi syaratnya.
Adapun syarat sahnya taklik talak yaitu:
a.       Perkaranya belum ada tetapi mungkin terjadi di kemudian hari.
b.      Hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak.
c.       Ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharan suami.
Perkara yang mungkin terjadi kemudian adalah perkara yang tidak terjadi ketika taklik talak diucapkan serta bukan suatu perkara yang mustahil terjadi.  Jika perkara yang ditaklikkan itu hal mustahil terjadi maka hanya dipandang main-main. Demikian halnya saat pengucapan taklik talak dan ketika perkara yang ditaklikkan terjadi istri ada dalam pemeliharaan suami. Dalam arti talak hanya berlaku bagi mereka yang memiliki ikatan perkawinan tidak dibenarkan seorang laki-laki mengucapkan talak kepada perempuan yang bukan istrinya.[17]
6.  Contoh Sighat Taklik Talak
Dengan taklik talak ini berarti suami menggantungkan talaknya kepada perjanjian yang ia setujui. Apabila perjanjian itu dilanggar, dengan sendirinya jatuh talak kepada istrinya. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 merumuskan bunyi sighat taklik yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990, seperti di bawah ini:
Sesudah akad nikah saya.........bin.........berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama ........ binti....... dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran syariat Agama Islam
Selanjutnya saya mengucapkan sighat taklik atas istri saya itu sebagai berikut:
Sewaktu-waktu saya:
(1)   Meningalkan istri saya tersebut enam bulan berturut-turut;
(2)   Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya;
(3)   Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu;
(4)   Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya:
Kemudian istri saya itu tidak ridha dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurusi pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan atau petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk menerima uang iwadl (pengganti) itu dan kemudian menyerahkannya kepada Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat, untuk keperluan ibadah sosial.[18]

PENUTUP
o    Simpulan
·        Perjanjian Pernikahan adalah perjanjian yang dibuat oleh dua orang calon suami-istri sebelum dilangsungkannya perkawinan mereka, untuk mengatur akibat-akibat perkawinan yang menyangkut harta kekayaan.
·        Kholil Rahman mengintrodusasi macam-macam sifat perjanjian sebagai berikut:
a.    Syarat-syarat yang menguntungkan istri, seperti syarat untuk tidak dimadu.
b.    Syarat-syarat yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh maksud akad itu sendiri. Seperti, tidak boleh mengadakan hubungan kelamin, tidak ada hak waris-mewaris di antara suami istri, dll.
c.    Syarat-syarat yang bertentangan dengan ketentuan syara’, seperti jika akad nikah sudah dilangsungkan, agar masing-masing pindah agama, dll.
·           Seorang calon suami atau istri yang ingin mengajukan perjanjian perkawinan bisa bermacam-macam bentuknya, baik itu mengenai taklik talak, harta kekayaan atau harta bersama, poligami ataupun perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
·           batalnya atau terhapusnya suatu perjanjian perkawinan yaitu ketika :
-          Suami/istri melanggar apa yang sudah diperjanjikan.
-          Suami /istri tidak memenuhi salah satu syarat dalam perjanjian perkawinan.
·           Taklik Talak adalah sebuah talak yang jatuhnya digantungkan pada suatu perkara yang telah disetujui.
·           Macam-macam taklik talak:
1.    Taklik qasami.
2.    Taklik syarthi.
·           Adapun syarat sahnya taklik talak yaitu:
a.    Perkaranya belum ada tetapi mungkin terjadi di kemudian hari.
b.    Hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak.
c.    Ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharan suami.
·           Sighat taklik talak terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.


DAFTAR PUSTAKA

§  Rofiq, Ahmad. 2013.Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
§  Sohari, Tihami. 2013. Fiqih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers.
§  Tjitrosudibio, Subekti. 2008. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. pradnya paramita.
§  Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
§  Subekti. 2002. Kamus  Hukum. Jakarta:  Pradnya  Paramita
§  Sudarsono. Kamus Hukum.Jakarta: Rineka Cipta
§  Mujib, Abduel, dkk. 1994. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus.
§  Mulyadi. 1992. Hukum Perkawinan Indonesia. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
§  Subekti. 1989. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa.
§  Subekti. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa.
§  Kansil. 1983. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
§  Asis, Soetojo. 1982. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: Alumni.
§ Ko Tjay Sing. 1981. Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga (Diktat Lengkap). Semarang: Seksi Perdata Barat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
§  (http://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-228) di akses pada 26 oktober 2016 20:00
§  (http://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-19) di akses pada 26 oktober 2016 20:00
§  (http://tafsirq.com/51-az-zariyat/ayat-49) di akses pada 26 oktober 2016 20:00
§  (http://hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf) di akses pada 26 oktober 2016 20:20




[1] http://tafsirq.com/51-az-zariyat/ayat-49
[2] Prof. Subekti,S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (cet. XVIII,  Jakarta: PT Intermasa , 1984), hal.37.
[3] http://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-19
[4] http://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-228
[5] R. Soetojo dan Asis, Hukum Orang dan Keluarga (Bandung: Alumni, 1982), hal. 94.
[6] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1983), hal. 220.
[7] R. Subekti dan R. tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (cet. 39, Jakarta: PT. pradnya paramita, 2008), hal. 35-36.
[8] M. Abdul Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal. 138.
[9] Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, TT), hal. 355.
[10] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),  hal.41.
[11] Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, M.A., Hukum Perdata Islam di Indonesia (revisi cet. 1, Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal.127-128.
[12] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),  hal.43.
[13] hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf
[14] Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1992)
[15] Ko Tjay Sing, Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga (Diktat Lengkap), (Semarang: Seksi Perdata Barat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1981), hal. 182.
[16] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989), hal. 38.
[17] http://aliranim.blogspot.co.id/2012/04/taklik-talak-dalam-perspektif-islam.html
[18] http://kerandamimpi.blogspot.co.id/2012/03/taklik-talak-dalam-perspektif-kompilasi.html
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Tentang Saya

Saya adalah seorang manusia yang berperilaku biasa dan saya dilahirkan juga oleh keluarga yang biasa. saya adalah seorang muslim. sejak kecil saya selalu di bekali ilmu agama oleh kedua orangtua saya secara intensif dari pagi sampai malam tetapi tetap menyenangkan. saya mempunyai hobi yang lucu yaitu berkarya. Dan saya juga suka apa yang berhubungan dengan sepakbola.
Powered by Blogger.

Translate